Memaknai Kelulusan

Februari 19, 2018
Senin, 19 Februari 2018
Nfobekasi.co.id

Oleh Budi Priyono, S.Pd.

Hasil ujian nasional akan diumumkan dalam waktu dekat.  Hal tersebut merupakan hasil kerja keras siswa selama enam tahun untuk tingkat SD dan tiga tahun untuk SMP/SMA. Ujian Nasional berhasil dilalui oleh siswa dengan segala persiapan yang sangat memeras pikiran, tenaga, serta kekuatan. Segalanya dipertaruhkan untuk mencapai hasil yang maksimal. Semua yang berkepentingan dengan ujian nasional bersiaga penuh baik siswa, orang tua, maupun pihak sekolah dan jajarannya. Tidak ketinggalan pula pihak yang bertanggung jawab dalam hal keamanan, dalam hal ini adalah kepolisian Republik Indonesia. Siswa yang memenuhi kriteria kelulusan baru dapat dikatakan mampu atau berhasil dalam menempuh pendidikan di sekolah.

Lulus, menurut Kamus Besar bahasa Indonesia berarti berhasil (dalam ujian); dapat melalui dengan baik. Jadi, setiap ujian pasti ada batas akhir yang disebut dengan kelulusan. Demikian juga ujian sekolah yang merupakan garis batas akhir perjalanan panjang sebuah proses pendidikan yang disebut bersekolah.

Kelulusan merupakan sebuah kata yang membuat perhatian dan hati berdebar hati setiap siswa kelas akhir pada sebuah tingkatan sekolah/kuliah, baik siswa, guru, maupun orang tua siswa. Semua larut dalam eforia yang membingungkan. Bagi siswa hanya ada dua rasa yaitu senang atau  tidak senang, lulus atau tidak lulus, sedangkan bagi guru merupakan akhir dari perjuangannya dalam memberikan bekal ilmu pada siswa-siswanya, puas atau tidak puas dengan hasil ujian siswa. Akan tetapi, hal ini berbeda lagi bagi orang tua. Kelulusan  merupakan suatu kegembiraan sekaligus kebingungan. Kebingungan tersebut adalah bingung mencarikan sekolah lanjutan dan mencari biaya untuk meneruskan sekolah putra-putrinya.

Kelulusan seharusnya dimaknai sebagai tahapan awal dari sebuah etape perjalanan panjang berikutnya yang harus benar-benar dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, baik persiapan untuk menyelesaikan kewajiban sebagai siswa dari sekolah yang ditinggalkan maupun dalam proses pencarian sekolah pada jenjang selanjutnya.

Seperti yang kita saksikan di depan mata kita sendiri, kadang pelampiasan kegembiraan kelulusan dilkukan dengan cara yang kurang baik, misal dengan kebut-kebutan di jalanan, pesta minuman keras, corat-coret di dinding atau tembok sekolah dan pekarangan, pergi ke diskotik dan lain-lain. Terlebih lagi hal yang menjadi favorit adalah dengan mencorat-coret pakaian, badan, dan wajah dengan cat semprot yang dilanjutkan dengan konvoi di jalanan untuk menunjukkan bahwa mereka telah lulus dari sekolah. Kegiatan konvoi di jalanan biasanya dilakukan dengan berhamburan tidak terkontrol dan arogan di jalanan yang bisa memancing tindakan anarkhis.

Tidak salah memang meampiaskan kegembiraan kelulusannya, tetapi alangkah baiknya jika dilakukan dengan kegiatan lain yang lebih bermakna daripada sekadar hura-hura, misalnya : (1) melakukan donor darah, (2) kunjungan ke panti asuhan atau panti jompo, (3) membersihkan masjid / tempat ibadah, (4) kunjungan ke rumah sakit, (5) menyumbangkan baju / pakaian seragam bekas ke adik kelasnya, dan lain-lain.

Kegiatan positif di atas sudah dilaksanakan oleh beberapa sekolah / madrasah yang peduli pada kegiatan siswanya. Langkah ansisipatif agar siswa tidak telanjur melakukan kegiatan negatif setelah kelulusan maka sekolah biasanya telah memberikan beberapa alternatif kegiatan yang bisa dipilih siswa dan dilaksanakan setelah pengumuman kelulusan. Hal tersebut untuk mengantisipasi kegiatan  yang merugikan siswa maupun orang tua. Penghamburan uang yang dilakukan saat berkumpul dengan teman-temannya akan sulit dikontrol oleh pihak sekolah ataupun orang tua sendiri, apalagi banyak orang tua yang sengaja memberikan uang jajan lebih pada saat pengumuman dengan alasan permintaan anaknya untuk persiapan makan minum bersama teman-temannya atau merupakan uang jajan terakhir kalinya.

Kurangnya perhatian orang tua sangat menentukan keberanian anak untuk melakukan tindakan negatif. Alasan sibuk dengan pekerjaan di kantor ataupun sedang tugas ke luar kota merupakan kalimat yang paling mudah dijadikan alasan untuk tidak mendampingi putra-putrinya pada saat kelulusan.

Kegiatan positif yang disebut di atas hanyalah beberapa contoh saja, masih banyak kegiatan yang bisa dilakukan, seperti : (1) melakukan pengajian dan doa bersama di sekolah, (2) bersedekah dan berbagi rezeki kepada fakir miskin di sekitar sekolah dan pada anak jalanan, (3) berbuka bersama dengan para tukang becak dan kusir andong, (4) penanaman pohon di sekolah dan sekitarnya atau di pegunungan misalnya, (5) dan yang tidak kalah penting dari semua kegiatan di atas adalah berkunjung ke rumah guru dengan cara siswa dibagi secara berkelompok untuk bersilaturahmi ke rumah guru, selain mengucapkan terima kasih atas didikan beliau juga meminta maaf atas segala kesalahan dan khilaf selama menjadi murid. Kunjungan tersebut akan memicu dan memacu siswa untuk mengetahui keadaan guru secara langsung, tidak hanya saat bertemu di kelas saja. Siswa bisa tahu dan bisa berbicara langsung dari hati ke hati, sehingga akan menjadikan siswa mengerti bahwa gurupun manusia biasa yang kadang bisa sedih, murung, marah, tertawa riang, dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut dapat menjembatani tali silaturahmi setelah siswa lulus dan lepas dari bimbingan guru di sekolah.

Budi Priyono adalah guru di MAN 3 Bantul dan anggota Pergumapi. Tulisan ini ditulis oleh Budi Priyono ketika masih bertugas di MTs Negeri Wonokromo Bantul dan pernah terbit di harian Bernas edisi 14 Juni 2016.

Thanks for reading Memaknai Kelulusan | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

Related Posts

Show comments
Hide comments

0 komentar on Memaknai Kelulusan

Posting Komentar