Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Terima Kasih Guruku

Mei 02, 2020

Oleh Sukarti

Kala mentari pagi
Tersenyum di ufuk timur
Kuingat semangatmu
Kuingat senyumanmu, guruku

Tak terasa tiga tahun tlah berlalu
Tak terasa tlah kami lalui semua itu
Tawa, canda
Juga rasa yang mengharu biru
Dengan bimbinganmu, guruku
Kutapaki hari-hariku berseragam putih biru

Sungguh
Butuh perjuangan dan pengorbanan yang tiada jemu
Demi bisa memahamkanku tentang berbagai ilmu
Tentang bagaimana seharusnya bertingkah laku
Sungguh
Kami menyadari akan semua itu
Menyadari betapa besar cinta kasih tulusmu
Kepada kami, anak-anakmu

Kini
Kumohon keikhlasanmu
Untuk memaafkan segala khilafku
Kini
Kumohon keridaanmu atas ilmu
Yang telah mengalir di tubuhku
Kini
Kumohon selalu doamu
Untuk menguatkan langkahku
Demi meraih asa di langit biru

Terima kasih guruku
Atas setiap tetes peluhmu
Atas doa-doa di setiap sujudmu
Terima kasih guruku
Tanpa pengabdianmu
Apalah artinya aku

Guruku
Semoga Allah selalu menjagamu

Kota Kediri, 24 April 2019 (09.20 WIB)

Sukarti, M.Pd., lahir di Kota Kediri lima puluh tahun yang lalu dari sembilan bersaudara. Karyanya dimuat di berbagai media cetak dan online. Beberapa karya sastranya dimuat dalam antologi bersama. Saat ini mengajar di MTsN 2 Kota Kediri sebagai guru Bahasa Indonesia.

Puisi: Hujan di Awal Desember

Yun Desember 21, 2019
Gambar: istimewa
Oleh Sitti Hasma

Anak Kecil bersorak kegirangan
Debu jalanan diam membeku
Jangkrit malam hitam merayap
Cacing tanah menuai doa

Tumpah jua dari langitMu
Yang dinanti para petani
Yang ditunggu para perindu
Bak pangeran sang pujaan hati
Penyejuk dahaga musafir tua

Tibamu menghapus panasnya pijakan
Datangmu merekatkan retakan sawah
Turunmu menuai asa

Basah kuyup biarlah
Kuciptakan bahagiaku di antara gemuruhnya suara itu
Hujan ... hujan
Hujan di awal Desember.

13 Desember 2019

Puisi: Kerontang

Yun Oktober 26, 2019
Adventureassociates.com
Sri Rejeki Wahyuningsih
Anggota Pergumapi, Guru MTs YAPPI Dengok dan MTs Darul Qur’an Wonosari

Ketika kerontang menggugurkan dahan
Memaksa akar lebih dalam menghunjam ke bumi
Dan sang bayu tetap mengabarkan bahagia
Tentang do’a yang kau pinta

Bukan tentang hujan,
Namun tentang langit yang bermain warna
Menyaksikan sang guru
tetap setia mengajarkan huruf menjadi kata,
hingga pada waktunya,  mampu membaca alam
Dengan rasa syukur berbingkai keimanan

Dalam kerontang, tetaplah menebar rindu
Menyalakan bara ketika gigil menyapa
Menjaganyanya tetap menyala
Hingga hujan membersamai

Puisi: Ayo Santri

Yun Oktober 26, 2019
Santri/maritimnews.com
Oleh Hertini
Anggota Pergumapi, Guru MI 05 Darussalam Kepahiang

Ayo santri
Ayo santri
Ayo santri

Dengan langkah pasti
Kulangkahkan kakiku
Ke pondok pesantrenku
Demi masa depan negeriku
Di pundak kita pikul bersama
Menorehkan tinta-tinta emas
Kita tegakan syari’ah islam
Berdakwa dengan amalia nyata
Demi cita-cita mulia

Suara azan berkumandang
Zikir, tadarusan bergema di pesantren kita
Dinginnya malam, sunyi sepi tak kuhiraukan
Demi masa depan para santri

Ayo santri
Jagan diam membisu
Pada zaman milenial
Pada masa sekarang ini
Kita teruskan perjuangan para ulama

Puisi: Anak-Anak Rimba

Yun Oktober 19, 2019

Oleh Anuk Kuswanti
Guru MTs Negeri 1 Bantul, Anggota Pergumapi

Semburat merah sang aruna
Menjadi saksi langkah-langkah kaki nan telanjang
Menapak jalan meliuk terjal bebatuan
Berpagar jurang pada sebalik rerimbun dedaunan

Peluh mengalir luruh
Membasuh debu-debu seujung tubuh
Tak terhenti derap kaki
Bersama asa yang merajai

Terus melaju memburu waktu
Tanggalkan keluh kesah yang merintang
Halau lelah raga yang menghalang
Demi impian sepanjang angan

"Aku pasti bisa!
Mengeja aksara
Menggores pena"
Pekik nurani mereka
Anak-anak rimba

Anuk Kuswanti
09 Oktober 2019

Puisi: Sebatas Angan

Yun Oktober 19, 2019
Claudia Balasoiu/freeimages.com
Oleh Ayu Dewi Widowati
Guru MTs Negeri 1 Yogyakarta, Pengurus Pergumapi

Dalam senyummu
kutemukan makna itu
meski hadirmu
hanya sebatas mimpiku

kutahu itu
aku tak pantas mengharapkanmu
aku tak pantas memilikimu

namun aku tahu
di hatimu ada aku
di benakmu ada bayanganku
dan di setiap desah nafasmu ada namaku

cinta itu anugerah indahNYA
bagi semua makhluk yang bernyawa
cinta itu datang tak terduga
bagi semua makhlukNYA

akankah kusia-siakan anugerahNYA
akankah aku biarkan semua berlalu begitu saja?
aku tak tahu jawabnya
yang kutahu adalah
aku punya cinta untuknya

Puisi: Daun Pintu

Yun Oktober 19, 2019

Oleh Eza Avlenda
Wakil Ketua Umum Pergumapi

Ku tak ingin daun pintu
Pada ruang hatimu
Agar Tak ada yang mengetuk
Apalagi mencoba masuk

Sekap aku di relungmu
Dekap erat kalbuku
Aku yang slalu kau rindu
Berdamailah dengan cintaku

Ibarat lebah menghisap madu
Kuntum bunga pun tak layu
Kusulam kisah bersamamu
untaian cerita syahdu

Kupandangi gambar diri
Bersamamu wujudkan mimpi
Bahagia yang dinanti
Hingga ke hulu hari

Mengurai duka lewat kata
Kurangi nestapa tanpa bicara
Kupintal benang aksara
Ketika asaku merana

Kau tahu kutetap di sini
Berpaut pada hati
Membersamai janji
Berdua tetap abadi

Palembang
5 Oktober 2019

Puisi: Serpihan Asa

Oktober 05, 2019
Idntimes.com
Oleh Anuk Kuswanti
Guru MTs Negeri 1 Bantul, Anggota Pergumapi

Malam kelam membayang senja
Sang Bagaskara sempurna masuk ke lautan kasih-Nya
Sekerlip bintang nun jauh mengintip mayapada
lemah kilaunya menelisik relung jiwa
Masihkah tersisa secuil asa?

Kubisikkan pada sang bayu yang berhembus tanpa ragu
Kutanya pada rembulan yang tak pernah lelah pancarkan cahyanya
Kuteriakkan pada debur ombak yang garang menerjang karang
Kunanti jawab pada rinai hujan yang membasuh jiwa nan kerontang

Dentangnya menyuara pada sepertiga malam-Nya
"Senandungkan nyanyian tasbihmu
Dendangkan lantunan tahmidmu
Gaungkan gema takbirmu
Pada Sang Penggenggam asa sejati"

Duhai insan yang empunya jiwa
Rajut kembali serpihan-serpihan asa
Bersama senyum fajar menyapa
Menyongsong derap sang Aruna

Puisi: Senja yang Beku

Oktober 05, 2019

Oleh Kasmawati Yakub

Aku tak sedang menunjuk senja
Ataupun senyummu yang penuhi ruang rinduku
Pada awan….
Hembusan angin….
dan sepasang matamu diantara spasi ingkarmu
Hempaskan inginku
Agar binar mata redupku beku abadi dipuncak tatapanmu
Lalu pada siapakah lagi puisi kutuju selainmu?

Jeneponto, 3 Oktober 2019
Kasmawati Yakub (Kazma Yakub) adalah Anggota dan pengurus Pergumapi sekaligus kepala MTs Al-Falah Arungkeke Kab. Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Puisi: Truntum

Oktober 02, 2019
Salah satu motif truntum. Sumber: Wikimedia/Bagus Priyambada
Oleh Siska Yuniati

Ungu menunggu di kamar kalbu, jingga
singgah menelikung wajah, garis lengkung
mengalir tawa gadis kampung

Malam beku, canting mematri layu pendar
lintang di langit kuyu

Rinduku bergelut sepi dan kepulanganmu
pagi ini, di sebalik harem putih yang sunyi

Berulang, kuteduh pandang sebagai bakti
tak ingin kugores luka di wajahmu walau setitik
meski dari rahim kerontang
menunggu orok tak kunjung datang

Tegaplah kanda, ambil dia yang terpilih
untuk kau sanding tanpa ku menjadi tersisih
tak akan kuanggap ia lawan tanding
apalagi pesaing dari negeri asing

Kedatangannya adalah penawar dahaga
cinta kita sejak awal bersua, biarlah anak-anak
lahir dari rahimnya agar cerita negeri ini terus berjejak

Usah kau resah dengan mataku yang memerah
tetes air ini adalah laku pasrah usai tetirah
menjalani takdir Sang Maha Mirah
kiranya kita diberi berkah

Lihatlah kanda, lihatlah
telah kulabuh segala gundah
dalam kain hitam bertabur bintang, terang meski tanpa bulan
kusemat garuda di antaranya
tuk kepakkan sayap menerjang rintang

Pergilah kanda, pergilah
aku truntum, permaisuri agung, memangku titah raja

Bantul, Mei 2016

Catatan:
Puisi ini merupakan pemenang pertama lomba puisi pada Festival Sastra Universitas Gadjah Mada tahun 2016.

Puisi: Ilalang

Mei 04, 2019
Ilalang/123rf.com
Sri Rejeki Wahyuningsih
Guru MTs YAPPI Dengok dan Madrasah Aliyah Darul Qur’an

Ilalang tersesat dalam bebatuan
Menenggak hujan semalaman
Bersama angin di puncak mahameru
Dan ilalang terlihat begitu kokoh
Bersama bebatuan, menahan derasnya hujan
Terhampar jua di padang dan berlenggang

Begitu pula aku, engkau, dan mereka
Bersama,kita menghalau angin
Di musim kemarau bulan ke tiga
Bersama kita bisa,…

Sajak Sang Lelaki Perindu 2

Desember 08, 2018
Dogheadsecrets.files.wordpress.com
Oleh Kasmawati Yakub 

Tak perlu sesali pertemuan senja
Sebab skenario-NYA tertulis rapi
Kita tak punya  banyak waktu
Tuk mengeja firasat
Apatah lagi menunggu beberapa jenak
Aku sudah bertuan

Cukuplah…
Kita menelaah keadaan
Menimang kenangan dalam ingatan
Walau desah,
Di muara rindumu
Selalu ada potongan jiwa yang mengadu

Ah…
Engkau lelaki perindu
Terus saja bersajak tanpa lelah
“Seharusnya …
Aku tak bertemu hujan
Karena aku rindu pada cahaya
Seharusnya…
Aku jujur saja
Jika rindu itu menunjuk senyummu pagi ini”
Demikian kicauan pagimu  menembus  dinginnya  maya hingga turatea

Jeneponto, 15 November 2018

Kasmawati Yakub adalah Kepala MTs Al-Falah Arungkeke Jeneponto serta Anggota dan Pengurus Pergumapi. Puisi ini adalah bagian kedua dari dua puisi berjudul "Sajak Sang Lelaki Perindu". Bagian pertama dapat dibaca di sini.

Puisi: Senja

Desember 01, 2018

Oleh Sri Rejeki Wahyuningsih

Senja menceritakan gempita telah usai,
Senyap  menjelang, biarkan alam berbisik
Melupakan geliat gelisahmu sesiang tadi
Mengisi kembali jiwa yang sepi
Bersama malam yang bertuan
Alunkan kalimat penyeru,
Menyusur jiwa keseluruh penjuru
Biarkan tak hanya ragamu yang hidup

Esok pagi kan menjelang
Sejenak aku menatap embun
Beradu dalam pangkuan sang Aruna
Aku merindukan pagi
Setelalah mengadu semalam,
Merenda hari
Dalam satu harapan dalam permainan takdir

Penulis adalah guru MTs YAPPI Dengok dan Madrasah Aliyah Darul Qur’an.

Kepada Anak Didikku

November 25, 2018
Siti Desy Aulia/Kompasiana
Karya Ikha Mayashofa Arifiyanti

Anak didikku,
tak perlu repot kau bawakan tas dan setumpuk bukuku
atau kau ciptakan rapsodi merdu
yang terlantun dari basah bibirmu di depan pintu
sebagai pelipur penat yang tergambar pada sketsa wajahku

tak perlu jua kau lap peluh merapuh
atau butut dan rengkudah sepatu
yang menjadi saksi pengabdian tak terperi
sebagai bentuk empati akan sebuah dedikasi

cukup bagiku darimu
kau sapih selaksa rinduku
dengan suguhan elok sikapmu
mematri abiwara lalu kau cerna
bersenyawa dengan pekerti seluas sabana

Anak didikku,
tak perlu kau sodorkan nilai selangit
jika di sebaliknya ada tipu menikam
dan kejujuran rapat kau bungkam
hingga buatmu melayang pada gema sanjungan
lupakan rindu yang kutitipkan tentang kebajikan

tak perlu kau lukis pelangi di mataku
jika pandang retinamu berjejak warna suram
mengabur jujur menggiring takabur
pongah merebah badan sekujur

cukup bagiku darimu
kau sapih selaksa rinduku
dengan hati yang lurus tiada berkubang
meskipun jalan terjal merintang
terpaan deras tempias menggilas
angin membadai mengoyak tekad
karena padamu kugantung seladang harap

Anak didikku,
tak perlu kau ajak aku keliling dunia
jika dunia telah merampok sisi manusiamu
menepis kasih memburu nafsu
mengabai liyan demi membangun benteng kejayaan

tak perlu bagiku kebaya sutera
yang katamu cenderamata sebagai balas jasa
karena sesungguhnya  jasaku tak pernah kukalkulasi
apakah semahal kebaya atau selembut sutera yang kau beri

cukup bagiku darimu
kau sapih selaksa rinduku
dengan kedamaian khusyuk munajah
dan kiblatmu memaku gelar sajadah
melarung dusta ke dasar samudera
menyemai safi di kedalaman jiwa

Duhai anak didikku,
seumpama kerentaan melaju dan mencuri muda usiaku
maka ingatlah abiwara yang kusemai dalam rajutan ilmu
maka lakukanlah pekerti pada patron lakuku
maka kenangkanlah aku dalam indah lisanmu
karena dengan begitu
aku mampu meneroka surgaloka dari binar matamu yang bercahaya
aku mampu menitipkan semesta di kedua bahumu yang perkasa

Dan jika kau tanya kembali seribu kali tentang arti rinduku
maka pekerti akan berotasi sebagai satu jawabku
ketika ilmu diharga bukan dari sepotong jasa
tapi terukur dari besarnya angka dan kuasa
maka penawar dari segala rindu adalah untaian paramarta

Demak, 24 Desember 2017, dalam Melodi Tak Bersuara, kumpulan karya terseleksi Lomba Puisi Sayembara Goresan Pena “Membangun Karakter Bangsa Melalui Karya Sastra”: Jendela Sastra Indonesia.

Senjaku Mengharap

November 24, 2018
Zed-ky.blogspot.com
Oleh Sarifudin

Setengah hidup berjalan
Menukik pengalaman
Sekat rampai harapan
Menghiasi batin melapangkan

Langkahku mengharap
Lisanpun mengucap
Andai tubuh menghadap
Siapakah peraduan ku dekap

Binar-binar qalbu berkata
Merajut lembayung senja
Bagai merayu semasa
Hati luluh tak berdaya

Seruak raga menjerit
Balur tubuhpun sakit
Seolah waktu menghimpit
Di antara ruang menyempit

Peraduanku kemana
Batin ini menghiba
Mengeluh tanpa guna
Menangis tak bermakna

Menyendiri dalam lamunan
Memohon sejuta ampunan
Bersimpuh kepasrahan
Pada-Mu Tuhan

Siluet Senja

November 17, 2018
Agisss.wordpress.com
Oleh Budi Priyono
Anggota Pergumapi dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Menghela nafas
Mereguk sisa asa
Menerawang rona senja
Menemani raga ayg tak lagi muda

Membuncah rasa
Menengadah rasa
Hanya kelip bintang malam
Yang melambai ajak bercanda

Kapan siluet bayang ini
Menapaki langkah dalam sepi
Menjelma dalam nurani
Akankah menyatu sanubari

Malam dah menjelang
Tunduk dalam sembahyang
Sujud dalam pandang kelam
Hantarkan aku menyeberang
Dalam duniaku yg hilang
Kapankah kaki kan menjelang
menapaki sisa usia yg telah lekang

Bantul, 13 November 2018
20.02 WIB sembari mengenang kawan

Aku Bahagia

November 17, 2018
Kantormeme.blogspot.com

Oleh Agus Nana Nuryana
Anggota Pergumapi, Guru Matematika di MTs Cijangkar Tasikmalaya Jawa Barat

Aku bahagia
Ketika kau tumbuh dewasa
Tak terasa waktu mengganti masa
Hingga saat ini tlah tiba

Aku bahagia
Hari ini ku menyaksikan pertanda
Bukti perjuangan yang tak sia-sia
Walau kini engkau jauh di mata.

Aku bahagia
Melihat engkau kini berjaya
Meski melalui dunia tak nyata
Namun terasa indah di alam nyata

Aku bahagia
Tak sedikitpun aku mengharap asa
Atas apa yang kini kau rasa
Walau aku tlah memberi jasa

Aku bahagia
Karena harapanku kini menjadi nyata
Keluh kesah yang dulu selalu membara
Kini hilang berganti bangga

Aku bahagia
Tuhan kini tlah memberiku rasa
Rasa yang membuatku terpana
Menyaksikan anugrah yang tercipta.

Bukan Negeri Diatas Awan

November 10, 2018
Id.kisspng.com

Oleh Zulfa Ulinihayah

Matahari terbit menyinari bumi
Bumi kita, bumi ibu pertiwi
Semangat terpancar dari dalam diri
Untuk berjasa kepada negeri

Berjasa pada negeri
Tak harus disertai upeti
Menjadi tikus berdasi yang duduk dikursi tinggi
Lalu memindahkan uang negeri ke dompet pribadi

Hidup di dunia haruslah bermanfaat
Baik untuk pribadi, negeri maupun rakyat
Tak harus memiliki harta yang berlipat
Yang terpenting dapat menjadikan negeri kita, negeri yang bermartabat

Tetapi jangan menjadi wakil rakyat
Yang hidupnya bak konglomerat
Diatas penderitaan rakyat

Korupsi sudah marak terjadi
Komisi pemberantasan korupsi
Sudah akrab dengan upeti
Kedzaliman yang terjadi
Seakan akan menjadi ilusi

KPK
Harus mau menerima kritik
Jangan hanya bermain intrik
Bagaimana negeri kita bisa baik?
Jika pemimpinnya saja sudah licik

Ini adalah negeri diatas bumi bukan diatas awan
Ini adalah negeri yang nyata bukan khayalan
Ini adalah negeri yang penuh perjuangan
Bukan negeri yang berdiri karena belas kasihan
Ini adalah zaman modern bukan zaman jahiliyah
Banyak orang memikirkan ilmu ilmiah
Bukan memikirkan dengan siapa kita akan menikah

Generasi penerus bangsa yang baik
Harus mau menerima kritik
Membuat bangsa lain seakan akan tak berkutik
Melalui jalan kreatif dalam semua bidang, tak terkecuali politik

Jadilah manusia kreatif
Yang mampu membuat negeri kita menjadi inovatif
Tetapi tidak sensitif

Jadilah manusia kuat
Yang cerdas serta bermanfaat
Mampu berkarya, tetapi tidak kufur nikmat
Serta bisa mengangkat derajat serta martabat

Indonesia berinovasi tanpa korupsi

Zulfa Ulinihayah adalah siswi MTs Negeri 1 Pemalang. Karya ini menjadi juara III lomba cipta puisi tingkat kabupaten dalam rangka memperingati Bulan Bahasa 2018. Puisi ini dikirimkan oleh Mimbar, S.Pd., M.Pd., anggota Pergumapi dari Pemalang. Penerbitan ini merupakan program pengabdian kepada masyarakat Pergumapi.

Dunia Terbalik

November 10, 2018

Oleh Agus Nana Nuryana
Guru Matematika MTs Cijangkar Ciawi Tasikmalaya Jawa Barat

Masa itu tlah berlalu
Saat ku menanti pesonamu
Perubahanmu yang bersinergi
Membuatku selalu rindu akan keindahanmu

Namun kini keindahanmu hanya ada dihayalanku
Kau tak memberiku ruang tuk mengadu
Tapi aku tahu
Rupanya kau marah kepadaku

Kini aku tak bisa menantikan keramahanmu
Tamak, rakus yang ada dalam diriku
Ketidakpedulianku akan keteraturan
Rupanya itu yang membuatmu murka

Aku inginkan ini kau inginkan itu
Aku berharap begini kau lakukan itu
Kau lakukan semaumu
Tak lagi peduli akan ratapanku

Panas dingin kini tak lagi bisa aku tebak
Kau betul-betul berlaku semaumu
Peliharaanku kelaparan, tanamanku kekeringan
Kebahagiaanku pun berjatuhan

Akankah kau maafkan aku
Ditengah kehancuran yang melanda
Disaat aku membutuhkan bantuanmu
Tuk terus melangsungkan kehidupanku

Sajak Sang Lelaki Perindu 1

November 03, 2018
Dogheadsecrets.files.wordpress.com

Oleh Kasmawati Yakub

Kita tak pernah bertemu
Tapi dipertemukan oleh keadaan
Itu celotehmu padaku
Duhai sang lelaki perindu

Tatapmu tajam menusuk
Menembus jantung bahkan hingga tulang
tersirat pesan  tentang inginmu
Menikam rindu

Menyesali pertemuan di musim kemarau
Seharusnya aku menemukanmu
Sebelum senja menjadi tua
Dan gerimis masih sendiri
Demikian sajakmu, mengalun lewat semilir angin

Jeneponto, 1 september  2018

Kasmawati Yakub adalah Kepala MTs Al-Falah Arungkeke Jeneponto serta Anggota dan Pengurus Pergumapi. Puisi ini adalah bagian pertama dari dua puisi berjudul "Sajak Sang Lelaki Perindu". Bagian kedua dapat dibaca di sini.