Diary Syafa: Tawadhu

April 10, 2018
Selasa, 10 April 2018
Hisbah.net

Jum’at, 2 Maret 2018

Percaya diri juga berhubungan dengan rasa tawadhu’. Kok bisa, ya? Ya bisa dong, yuk kita simak sama-sama.

Tawadhu’ berasal dari kata wada’a yang artinya merendahkan. Maksudnya adalah merendahkan hati agar tidak menunjukkan ia lebih baik daripada orang lain.

“Barang siapa yang bersikap tawadhu’ karena mencari ridho Allah, maka Allah akan meninggikan derajatnya. Ia menganggap dirinya tiada berharga, namun dalam pandangan orang lain ia sangat terhormat. Barangsiapa yang menyombongkan diri maka Allah akan menghinakannya. Ia menganggap dirinya terhormat, padahal dalam pandangan orang lain ia sangat hina, bahkan lebih hina daripada anjing dan babi.” (HR. Al-Baihaqi)

Ibnu mubarak berkata, “Pokok tawadhu yaitu dirimu merendahkan diri dihadapan orang yang lebih miskin darimu, sehingga kamu menjadikan dia tahu bahwa dengan duniamu tidaklah kamu memiliki keutamaan di atasnya, serta kamu meninggikan dirimu dihadapan orang yang lebih kaya darimu, sehingga kamu menjadikan dia tahu bahwa dengan dunianya tidaklah dia memiliki keutamaan yang lebih di atasmu”. Dalam surat Asyura Ayat 215, “Dan Rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.”

Tawadhu’ biasanya dilakukan oleh orang yang punya peluang atau kekuatan dan kesempatan untuk sombong, tapi tidak dilakukan karena mengharap ridho Allah seperti pada pemimpin yang beriman. Sifat tawadhu’ tidak dapat diperoleh secara spontan (langsung) tetapi harus diupayakan secara bertahap, serius dan berkesinambungan, serta tidak berlebihan. Tawadlu’ dilakukan pada waktu dan saat yang tepat, kenapa demikian? Coba deh tawadlu’ saat Anda wawancara pekerjaan, pasti yang mewawancarai Anda bingung, hehhehe... jika saat wawancara kerja, ya silahkan tunjukkan segala kemampuan Anda.

Hakekat tawadhu’ adalah mampu menunjukkan sikap lemah lembut terhadap orang lain, bersikap keras terhadap orang kafir agar kaum mukmin tidak diperlakukan semena-mena, beribadah dijalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang lain.

“Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci”. (QS. Al-Ma’idah: 54)

Untuk mencapai tangga kemuliaan tawadhu’, yang pertama kita harus dapat mengenal Allah dengan sepenuh hati. Kedua, mengenal kemampuan dan kekurangan diri sendiri agar tidak mudah menjadi pribadi yang sombong. Ketiga, merenungkan nikmat Allah yang tiada henti diberikan kepada seluruh umat manusia. Keempat, merenungkan akibat kesombongan dan manfaat tawadlu’. Kelima, mewaspadai pujian karena bisa membuat kita tinggi hati, ketika kita mendapatkan pujian jangan lupa untuk beristighfar. Keenam, melatih diri berakhlak baik, dan yang ketujuh adalah membersamai orang-orang tawadlu’ dan selalu berdoa agar dijauhkan dari sifat sombong.

Nah, jika seseorang ataupun anak kita telah mampu memiliki sifat tawadlu’, biasanya akan memiliki kebiasaan seperti berikut.

1. Bersikap bersahabat, dan tulus mencintai serta meyanyangi sahabat-sahabatnya.
2. Mempunyai sikap percaya diri
3. Mempu mengendalikan diri
4. Bersikap sopan dan tidak merasa berat untuk mengucapkan terima kasih kepada siapa saja yang telah membantu menunaikan kewajibannya, karena suatu alasan, tanpa memandang status sosialnya
5. Mau bekerjasama dan ringan tangan dalam membantu orang-orang yang memerlukan bantuan,
6. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
7. Mempunyai tujuan atau arah hidup yang jelas
8. Tidak sombong terhadap prestasi yang diraihnya, tetapi juga tak mudah menyerah untuk terus berprestasi.

Insyaallah, Allah anugerahi kita sikap tawadhu’, sehingga kemuliaan menjadi pahala yang kelak kita peroleh ketika menghadap Allah. Insya Allah, Allah menjauhkan kita dari sikap sombong. Insyaallah, Allah jauhkan kita dari bisikan setan dan sikap sombong yang ada pada makhluk terlaknat itu. Aamiin.

Syafa'atul Maulida adalah guru MTs NU Pakis dan Sekretaris Bidang Penerbitan Perkumpulan Guru Madrasah Penulis.

Thanks for reading Diary Syafa: Tawadhu | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

Related Posts

Show comments
Hide comments

0 komentar on Diary Syafa: Tawadhu

Posting Komentar