Mengawal Perkembangan Seksual Anak

Yun Februari 07, 2018
Yun
Rabu, 07 Februari 2018
caribbeanfamilyplanning.com
PERGUMAPI.or.id--Akhir-akhir ini kejahatan seksual ramai dibicarakan. Seolah tak ada habisnya. Hingga pada akhirnya presiden Joko Widodo mengesahkan PERPU No. 1 Th. 2016 tentang Perlindungan  anak dan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual. Tapi benarkah dengan disyahkannya PERPU tersebut akan membuat pelaku kejahatan seksual jera ?

Baru-baru ini IDI menyatakan menolak sebagai eksekutor hukuman kebiri. Penolakan ini didasarkan pada fatwa Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran (MKEK) No. 1 Tahun 2016 tentang kebiri kimia serta sumpah dokter dan kode etik kedokteran Indonesia (kodeki). Hal ini berarti bahwa dokter yang  melaksanakan hukuman kebiri akan melanggar etik dan sumpah dokter sehingga dapat dikenai sanksi profesi. Padahal dalam hukuman kebiri hanya dokterlah yang mampu melaksanakannya. Seorang dokter spesialis andrologi, dr. Wimpi Pangkahila menyatakan bahwa hukuman kebiri terbukti tidak bisa membuat efek jera bagi pelaku kejahatan seksual. Tentu pernyataan ini tidak sekadar wacana atau pendapat saja. Pernyataan tersebut berdasar pada penelitian dalam kurun waktu yang lama.

Dikeluarkannya PERPU No. I Tahun 2016 tentang perlindungan anak dan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual  bersifat kuratif atau mengobati. Artinya sebagai tindakan setelah adanya kejadian. Terjadinya polemik menunjukkan kepada masyarakat bahwa pemerintah hendaknya duduk bersama dokter terlebih dahulu untuk membicarakan masalah hukum kebiri. Oleh karena itu penting adanya upaya  nyata dalam menangani kejahatan seksual baik pada korban maupun pelaku secara preventif atau pencegahan. Tidak serta merta setelah kejadian barulah ramai-ramai bertindak.

Sebenarnya media masa  telah banyak menulis tentang bagaimana peran orang dewasa, yakni guru dan utamanya orang tua, dalam pendidikan seks. Ada juga tulisan yang menyebutkan bahwa dalam pendidikan seks hendaknya dengan bingkai budaya.  Namun bagaimana pelaksanaannya dan kapan harus dimulai pengenalan seks ini pada anak ? Mendengar kata “seks” saja, dalam budaya orang timur masih  dianggap tabu, apalagi mau membicarakan persoalan seks pada anak. Tidak dapat dipungkiri masih banyak orang tua bahkan guru di sekolah yang masih bingung dalam mengemas pendidikan seks ini. Sehingga perannya masih sangat minim.

Beberapa tulisan terdahulu banyak yang menyebutkan bahwa orang tua hendaknya meluangkan waktu bagi anak. Kedekatan ini akan menjadikan anak terbuka mengutarakan permasalahan yang dihadapi. Bagi remaja mungkin ya. Tetapi korban kejahatan seksual tidak hanya pada remaja, bahkan anak dibawah umur. Begitu juga pelakunya, tidak hanya remaja atau orang dewasa, tetapi juga anak dibawah umur. Bagaimana anak usia tiga tahun misalnya, mampu mengungkapkan permasalahannya pada orang tuanya, sementara ia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Anak usia ini sangat belum memahami diri dan lingkungannya secara penuh.

Perkembangan seks manusia diawali sejak janin (terbentuknya alat kelamin) hingga dewasa (Gerald & Gullota dalam Sa’abah, 1997: 276). Oleh karenanya mengikuti dan mengawal perkembangan seksual anak menjadi hal yang sangat penting. Ini dilakukan dalam rangka: pertama  mengubah mind set tentang seks itu sendiri, bahwa seks itu tidak sesempit yang kita bayangkan (tidak hanya hubungan suami istri, tetapi dapat berarti luas seperti  jenis kelamin, atribut, peran laki/wanita,pergaulan, perilaku menyimpang seks serta penyakit yang ditimbulkan akibat free seks dll). Kedua  mengenalkan secara dini pada anak  tentang seks sesuai dengan perkembangan usianya. Penelitian oleh Fox dan Inazu (dalam Sarwono, 2013 : 237) menyatakan  makin awal komunikasi seks dilakukan, fungsi pencegahannya makin nyata. Meskipun belum tampak tanda-tanda seks sekunder. Karena tanda seks sekunder belum muncul, maka pendidikan seks pada usia bayi sampai dengan sembilan tahun sebenarnya orang tua tanpa komunikasi verbal telah melakukan pendidikan seks seperti memakaikan atribut sesuai jenis kelamin, mengenalkan bahwa bila anak telanjang itu saru.

Nah, pada umur 9 sampai 17 tahun,  anak telah memiliki berbagai informasi. Informasi ini bisa dari TV, buku bacaan, media sosial dll. Game dan acara TV adalah teman setia bagi anak. Padahal banyak games atau acara tv  yang berbau porno. Orang tua sebagai aktor utama pendidikan seks hendaknya selektif dan bijak meski kadang  sulit menjelaskan pada anak. Pada usia ini, anak sudah masuk usia remaja, sehingga perubahan fisik mulai tampak. Orang tua hendaknya mulai memposisikab diri sebagai sahabat yang rela meluangkan waktu dan mencurahkan segenap hatinya untuk putra putri tercinta. Pada masa ini, wanita  mengalami haid pertama dan laki-laki mengalami mimpi basah. Anak juga mulai tertarik lawan jenis. Ada banyak hal yang bisa disampaikan berkaitan dengan haid dan mimpi basah ini, misalkan tentang menjaga kebersihan diri, apa yang harus dilakukan ketika mendapatkan haid/ mimpi basah pertama. Selain itu, topik tentang pergaulan, baik sesama jenis maupun lawan jenis, biasanya menjadi topik menarik. Bisa juga dikenalkan tentang berbagai kewajiban yang harus dilakukan anak pada usia ini. Misalnya tentang kewajiban sholat, menutup aurat, mandi janabat, gender, dan pergaulan bebas bagi yang beragama Islam.

Pada usia 17 hingga 21 tahun  anak sudah mulai memasuki remaja akhir mulai berpikir tentang pendamping hidup. Pendidikan seks yang tepat adalah dengan mempertebal iman agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas dan membekalinya dengan pengetahuan pemilihan jodoh serta membangun bahtera yang bahagia.

Dengan mengawal perkembangan seksual anak sejak dini diharapkan anak memiliki kontrol yang kuat dalam berperilaku seks yang benar. Mengingat pendidikan seks sarat dengan nilai (value) baik agama, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Keberhasilan pendidikan seks sejak usia dini hingga berakhirnya masa remaja akan menekan jumlah korban dan pelaku kejahatan seks karena nilai –nilai yang dipegang telah menghunjam kuat dalam sanubari.

Winarsih, S.Pd.
Guru Bimbingan Konseling MTsN Piyungan/MTsN 7 Bantul
Dimuat pertama kali di harian Bernas edisi Kamis, 23 Juni 2016

Thanks for reading Mengawal Perkembangan Seksual Anak | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

Related Posts

Show comments
Hide comments

0 komentar on Mengawal Perkembangan Seksual Anak

Posting Komentar